Marak Kasus Bunuh Diri di Karimun, Ini Kata Psikolog Soal Faktor dan Penyebabnya

- Author

Selasa, 6 Februari 2024 - 15:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi. Foto: Universitas Airlangga

Ilustrasi. Foto: Universitas Airlangga

Karimun, KepriHeadline.id – Akhir-akhir ini, kasus bunuh diri di wilayah Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan. Dimana dalam sebanyak 4 kasus bunuh diri tercatat terjadi dalam kurun waktu satu bulan.

Untuk diketahui, Bunuh diri merupakan istilah mengambil nyawa diri sendiri, atau melakukan tindakan sengaja yang menyebabkan kematian pada diri sendiri. Pada kasus-kasus bunuh diri, berbagai cara atau tindakan yang dilakukan. Diantaranya aksi gantung diri di tiga kasus bunuh diri yang terjadi di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Psikolog RSUD Muhammad Sani Devi Mayasari menyampaikan keprihatinannya akan beberapa peritiwa bunuh diri yang terjadi di Karimun. Padahal menurutnya, 10 September 2023 lalu, baru saja diperingati sebagai Hari Pencegahan bunuh diri sedunia. “Saya sangat prihatin. Beberapa waktu lalu baru diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, artinya banyak dilakukan di seluruh dunia termasuk Indonesia,” kata Maya, Senin, 5 Februari kemarin.

Alasan Seseorang Nekat Bunuh Diri dan Langkah Pencegahan

Menurut Psikolog RSUD Muhammad Sani Maya menyebutkan, salah satu penyebab tertinggi untuk seseorang melakukan tindakan bunuh diri yakni, rasa kecemasan. Dimana rasa kecemasan yang tinggi dapat berubah menjadi depresi dan berdampak terhadap timbulnya insomnia, jqntung berdebar, merasa kesepuan dan tidak bahagia di tengah keramaian. Lulusan profesi psikolog dan magister Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu juga menyampaikan, asa beberapa faktor penyebab orang melakukan bunuh diri.
Baca Juga: BreakingNews, Seorang Pria Ditemukan Gantung Diri di Sebuah Rumah Samping Perpustakaan Daerah Karimun
Faktor tersebut diantaranya internal dan stressor yang mengarah ke depresi, gangguan mental, gangguan perilaku serta gangguan emosi. “Jadi ketidakmampuan terhadap apa yang terjadi pada dirinya sendiri,” kata Maya. Kemudian faktor eksternal juga dapat menyebabkan orang melakukan tindakan bunuh diri. Untuk faktor eksternal contohnya adalah adanya masalah interpersonal dengan pasangan, keluarga, pacar, pekerjaan, serta yang lainnya. “Adanya masalah disebabkan stressor kehilangan seperti finansial atau orang yang dia sayang. Ada juga faktor sosial ekonomi, ada juga rasa malu dan ketidakberdayaan. Interpersonal bisanya ada konflik yang sangat berat dan di tidak mampu mencari solusinya. Faktor-faktor itu terkadang bukan berat juga, tapi lama-lama tidak kuat dan menumpuk, sehingga jadi pemicu dan muncul (keinginan bunuh diri),” papar Maya. Lebih lanjut, Ia juga mengatakan, gangguan mental seperti halusinasi bisa menjadi penyebab lainnya. Dimana, saat berhalusinasi, orang tersebut merasa ada yang memerintahkan untuk mengakhiri hidupnya. “Kalau ini seperti ada yang memerintah, kamu terjun aja atau kamu itu aja. Yang untuk itu pengobatannya sudah pakai obat-obatan. Halusinasi ini juga bisa dari alkohol atau narkoba. Sehingga keputusan yang diambil sudah tidak sehat,” kata Maya.
Baca Juga :  Tiga Cabor di Karimun Dapat Pembinaan Dispora Karimun

Gejala, Pencegahan dan Penanganan

Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri umumnya bermula dari timbulnya sejumlah gejala. Diantara gejala yang dapat menjadi pemicu adalah perilaku yang berubah, menutup diri, tidak mau bertemu orang, tidak lagi menjalankan hobi, tidak ingin makan sampai mempengaruhi kondisi fisik, hingga melakukan tindakan menyakiti diri sendiri. Kemudian merasa kesepian, seakan-akan ingin menyampaikan pesan dan merasa hidupnya menyusahkan orang lain. “Ada gejala lain yang sudah menyatakan ingin buruh diri. Kalau sudah begini harus ekstra didampingi atau diberikan penanganan yang lebih, dan harus ada secara family terapi atau support sistem,” katanya. “Itu baru yang dinyatakan atau diekspresikan. Ada tahapannya juga, ada ide, rencana dan kemudian menjadi percobaan (bunuh diri) kalau masih selamat,” sambung psikolog yang pernah bertugas saat pascabencana alam di Yogyakarta dan konflik Poso. Maya menambahkan, setelah mengenali gejala, langkah selanjutnya yang harus diambil adalah jangan menjauhi orang tersebut. Namun diberikan pendampingan dan support psikologis. Konteks pendampingan psikologis yang diberikan adalah pendampingan yang membuatnya nyaman secara emosional. Hingga akhirnya orang yang bersangkutan dapat atau mau menyampaikan permasalahan yang tengah dihadapi atau dirasakannya. “Dia itu tidak bisa di-judge. Namanya orang putus asa. Kalau dia sudah nyaman maka dia akan bisa menyampaikan. Jika ternyata nanti sudah membutuhkan ahli profesional, maka kita bisa memintanya untuk berobat atau menemaninya,” kata Maya. Sementara untuk pencegahan dari diri sendiri, lanjut Maya adalah jangan merasa sendirian di dunia dan cari support sistem dari orang lain agar bisa meringankan beban. “Walaupun support sistem ini tidak dapat memberikan solusi. Didengarkan saja tanpa men-judge atau tidak menyampaikan apa-apa yang tidak ingin mereka dengar,” pesan Maya. Apabila kondisinya sudah tidak mampu atau dirasa terlalu berat maka segera konsultasi ke psikolog. Kemudian hilangkan asumsi jika datang ke psikolog itu adalah orang yang gangguan mental. “DPA (Dukungan Psikologis Awal) dari lingkungannya boleh. Kalau kita tau gejalanya akan mengarahnya kesana, membantu semampu kita memberikan jalan keluar, mendengarkan dari hati ke hati dan dibujuk ke profesional,” sebut Maya. “Paling tidak orang sekitar memberikan saran masukan untuk konsul. Siapa tau cepat ditangani,” tambah dia. Disebutkan Maya, orang dalam mengahadapi persoalan hidup ada yang dengan cara sehat atau positif dan tidak. Untuk yang positif Ada yang mengekspresikan dengan konstruktif dan mengikhlaskan kepada tuhan Yang Maha Kuasa. Sementara yang negatif bisa mengekspresikan secara destruktif atau mengeluarkan kemarahan hingga menyebabkan konflik. Kemudian juga ada yang menekan atau memendam. “Yang dialami itu kan diproses di dalam pikiran, apa yang diartikan dan dimaknai. Apakah positif atau negatif,” ucap Maya. (*) Ikuti berita lainnya di GOOGLE NEWS

Eksplorasi konten lain dari Kepriheadline.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Follow WhatsApp Channel www.kepriheadline.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Rakyat Karimun Bersuara Temui Bupati, Desak Pemkab Atasi Kelangkaan Beras Premium
Aksi Damai Masyarakat Karimun, Bea Cukai Tegaskan Tak Halangi Masuknya Beras
Protes Kelangkaan Bahan Pokok, Ratusan Warga Gelar Aksi Damai di BC Kepri dan Kantor Bupati Karimun
Ngaku Dukun, Pria di Karimun Ternyata Curi Motor Warga
Dituduh Mencuri, Lansia 74 Tahun di Karimun Ditusuk dengan Obeng
Ratusan Warga Berburu Beras di Gerakan Pangan Murah Kodim 0317/Tbk
Diresmikan di Hari Kemerdekaan, Minizoo Rukazam Jadi Wisata Baru di Karimun
Peringati HUT ke-80 RI, PT Timah Gelar Upacara di Pabrik dan Kantor Pusat

Berita Terkait

Rabu, 20 Agustus 2025 - 16:59 WIB

Rakyat Karimun Bersuara Temui Bupati, Desak Pemkab Atasi Kelangkaan Beras Premium

Rabu, 20 Agustus 2025 - 12:41 WIB

Aksi Damai Masyarakat Karimun, Bea Cukai Tegaskan Tak Halangi Masuknya Beras

Rabu, 20 Agustus 2025 - 09:59 WIB

Protes Kelangkaan Bahan Pokok, Ratusan Warga Gelar Aksi Damai di BC Kepri dan Kantor Bupati Karimun

Selasa, 19 Agustus 2025 - 16:45 WIB

Ngaku Dukun, Pria di Karimun Ternyata Curi Motor Warga

Selasa, 19 Agustus 2025 - 15:50 WIB

Dituduh Mencuri, Lansia 74 Tahun di Karimun Ditusuk dengan Obeng

Berita Terbaru

Polisi Tangkap Pelaku Curanmor di Karimun, Gunakan Modus Menyamar sebagai “Dukun”

KARIMUN

Ngaku Dukun, Pria di Karimun Ternyata Curi Motor Warga

Selasa, 19 Agu 2025 - 16:45 WIB

Eksplorasi konten lain dari Kepriheadline.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca